Senin, 23 Juni 2008

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


  1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam berbagai dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal.

Jadi kalau melihat definisi di atas kita lihat banyak sekali yang tercakup di dalamnya, dari mulai buta, tuli, gangguan bicara, cacat tubuh (seperti: celebral palsy, pholio), retardasi mental, down syndrom, autisma dan psektrum, ADD/ADHD(Attention deficit disorder/Attention deficit hyperactiivity disorder), LD/kesulitan belajar, gangguan emosional, anak dengan intelegensia tinggi/gifted, dapat dikategorikan anak dengan kebutuhan khusus, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.

Pada pendidikan anak dengan kebutuhan khusus misalnya sudah mulai berubahnya pendekatan yang sifatnya Segregatif (sengaja memisahkan, dimana mempunyai kelemahan yaitu isolasi dan hilangnya kesempatan berbagi dengan teman sebaya dan belajar satu sama laintentang perilaku dan keterampilan) menuju ke Integratif (menggabungkan dengan anak-anak normal) dan kemudian ke inklusif. Pada pendekatan inklusif ini bukannya lagi anak dengan kebutuhan khusus yang harus menyesuaikan dengan lingkungan sekolah, namun sudah mulai menjadi “mengubah sekolah atau sistem agar sesuai dengan anak dengan kebutuhan khusus” dengan kata lain, “adapting the system not the children”.

  1. Latar Belakang dan Dasar Hukum

Latar Belakang

Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang baik tanpa melihat perbedaan suku bangsa, agama dan hambatan-hambatan yang ada pada mereka. Melalui pendidikan, anak-anak dapat matang secara intelektual, sosial dan emosional agar nantinya mereka bisa menghadipi masa depannya dengan sebaik mungkin. Jadi pendidikan inklusi adalah solusi yang memenangkan semua pihak.

Sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusi mempunyai 4 karkateristik:

  1. Pendidikan inklusi adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak.

  2. Pendidikan inklusi berarti memperdulikan cara-cara untuk meruntuhakan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

  3. Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak kecil yang hadir (disekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

  4. Pendidikan inklusi dipruntukan terutama bagi anak-anak yang tergoong marginal, eksklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Dasar Hukum

    • UU No 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional

    • UU RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terutama yang berkenaan dengan pendidikan luar biasa.

    • UU RI No 22 tahun 1999 dan PP No 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah.

    • PP No 72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa.

    • PP No 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional.

    • Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.

    • SK Mendiknas No 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah regular yang melayani penuntasan wajib belajar bagi anakberkebutuhan khusus.


C. Pelaksanaan Pendidikan:

  1. Konsep atau Model Pendidikan

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konfrensi Dunia tentang pendidikan berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “Prinsif mendasar dari pendidikan inklusi adalah bekerja bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Model pendidikan khusus tertua adalah model segreasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan segregatif, model ini memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan dengan anak berkebutuhan khusus. Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas sampai yang paling terbatas.

Penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model berikut:

1. Kelas reguler (inklusi penuh)

2. Kelas reguler dengan cluster

3. Kelas reguler dengan pull out

4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out

5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegration

6. kelas khusus penuh

  1. Kriteria Anak Berkebutuhan Khusus Bersekolah di sekolah Inklusi

Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistik merupakan bagian dari upaya penanganan masalah autisme, seperti tampak dalam skema ini:

ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS

  • ORANG TUA/GURU

  • PSIKOLOG

DETEKSI DINI TERAPIS

  • DOKTER (SpA, SpRm, dll)

  • PSIKIATER


PENGKAJIAN

  • SCREENING & DIAGNOSTIC INST

  • SENSORY ASSEST

  • BEHAVIOR & SOCIAL EMOTIONAL ASSESMENT

INTERVENSI DINI & TERAPI



PENDIDIKAN LANJUTAN KELAS TRANSISI/ KELAS PERSIAPAN:

  • PROGRAM INKLUSI

  • KELAS TERPADU

  • SEKOLAH KHUSUS

  • HOME-SCHOOLING PROGRAMS

  • GRIYA REHABILITASI


  1. Model Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Program Terapi Intervensi Dini

Pada dekade terakhir ini, terjadi banyak kemajuan dalam mengenai karakteristik dan perilaku anak berkebutuhan khusus, dimana hasil positif tampak pada anak-anak usia muda yang mendapatkan intervensi dini. Dengan intervensi dini, potensi dasar anak autistik dapat meningkat melalui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa anak autistik memperhatikan hasil yang lebih baik bila program intervensi dini dilakukan pada anak usia dibawah 5 tahun dibandingkan diatas lima tahun.

Beberapa pendapat mengenai efektifitas pada intervensi dini untuk anak kebutuhan khusus dan masalah perilaku yang disampaikan oleh Dunlap dan Fox di tahun 1996:

  1. Perkembangan awal berhubungan langsung dengan meningkatnya kemampuan berkomunikasi, dan pengalaman komunikasi sosial awal seorang anak menjadi dasar dari perkembangan bahasa dan interaksi sosial di kemudian hari

  2. karena tingkah laku anak balita lebih mudah dipahami, maka program intervensi lebih mudah dibuat dan dapat disesuiakan dengan kebutuhan individu anak.

  3. keberhasilan tampak lebih baik bila adanya kolaborasi antara keluarga dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus dibandingkan pada keluarga dengan anak berkebutuhan khusus remaja dan dewasa.

  4. autisme biasanya diasosiasikan dengan berbagai perilaku anak, keluarga dan teman sebayanya menjadi terganggu.

2. Program Terapi

Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistik dapat diberikan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:

  • terapi perilaku (behavior perilaku) membantu anak mempelajari perilaku yang normal.

  • terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik.

  • terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak.

  • terapi bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.

  • terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

  • terapi melaui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu.

  • sensory integration therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.

  • auditory integration therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna.

  • biomedical therapy: perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak.


3. Kelas Transisi

Kelas ini ditujukan untuk anak yang memerlukan layanan kebutuhan khusus termasuk anak autistik yang telah terapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas transisi bertujuan membantu anak autistik dalam mempersiapkan transisi ke bentuk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak, yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu.

4. Program Pendidikan Inklusi

Program pendidikan inklusi dilaksanakan pada sekolah reguler yang menerima anak MLK termasuk anak autistik. Karakteristik anak untuk program ini adalah anak sudah “sembuh” yang artinya sudah mampu mengendalikan perilakunya sehingga tampak perilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak usianya.

Kiat dalam mengajar anak autistik di Program Inklusi:

  • Anka autistik baru ikut dalam kegiatan belajar 2 Mingngu setelah kegiatan dimulai (setelah masa orientasi)

  • Anak duduk di paling depan, agar anak dapat berkonsentrasi dengan baik.

  • Bila anak sulit mengikuti seluruh kegiatan belajar, anak diberi kesemapatan untuk mengikuit pelajaran yagn diminati.

  • Dalam waktu istirahat anak dilatih untuk bersosialisasi dengan bermain dengan teman-teman yang lain.

  • Melaui dedikasi dan toleransi yang tinggi dari para guru, program inklusi dapat berhasil dengan baik.


5. Program Pendidikan Terpadu

Pada kenyataannya pada kelas transisi terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistik berbeda-beda, dimana ada yang bisa belajar bersama anak di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya mampu bersama-sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja.

Dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan terpadu memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan oleh (GPK) atau guru pendamping (shadow), untuk pelajaran tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada di kelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah seperti saat upacara, kegiatan olah raga dan kesenian, karya wisata.

6. Program Sekolah Khusus

Sekolah ini diperuntukan bagi anak autistik yang tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran regular (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya ditraksi di sekeliling mereka.

Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat, dan minat, yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak autistik. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukan ke dalam kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal. Contohnya kelas keterampilan, kelas pengembagan, dan lain-lain.

PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT


1. Latar Belakang

a. Kebijakan Pendidikan Anak Berbakat.

Mengenai pendidikan anak berbakat atau juga disebut sebagai anak dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa, dinyatakan dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional Pasal 8 Ayat (2) bahwa “Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Mereka yang tingkat kecerdasannya jauh di bawah rata-rata tidak dapat menarik manfa’at dari pendidikan biasa (reguler) yang dimaksudkan untuk mayoritas peserta didik dengan tingkat kecerdasan rata-rata atau lebih. Demikian pula peserta didik dengan kemampuan intelektual jauh di atas rata-rata, yang disebut dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa, memerlukan perlakuan pendudukan khususagar bakat dan kompetensi mereka yang unggul dapat diwujudkan sepenuhnya.

Mengenai bagaimana perlakuan pendidikan khusus bagi anak berbakat itu dapat terlaksana, ada berbagai alternatif; apakah memberikan program pengayaan atau program yang memungkinkan percepatan atau kombinasi antara keduanya.

Jelaslah bahwa pasal-pasal dan ayat-ayat Tersebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional amat mendukung penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi anak berbakat.

b. Dasar pertimbangan perlunya Pendidikan Anak Berbakat.

Meskipun dasar falsafah dan kebijakan di Indonesia jelas menunjang pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat, akan tetapi cukup banyak juga orang, termasuk pakar, yang mempertanyakan hal itu. Mereka berpendapat bahwa jika anak betul-betul berbakatia akan dapat memenuhi kebutuhan pendidikannya sendiri. Ada pula yang beranggapan bahwa jika guru melakukan tugasnya dengan baik, anak berbakat tidak memerluakn perhatian khusus, berbeda dengan mereka yang menyandang ketunaan.

Sehubungan dengan timbulnya permasalah dapat dikemukakan beberapa pertimbamgan atau alasan mengapa pelayanan pendidikan khusus bagi yang berbakat perlu, yaitu:

  1. Keberbakatan tumbuh dari proses interaktaf antara lingkungan yang merangsang dan kemampuan pembauan dan prosesnya.

  2. Pendidikan atau sekolah hendaknya dapat memberikan kesempatan pendidikan yang sama pada semua anak untuk mengenbangkan potensinya sepenuhnya.

  3. Jika anak berbakat di batasi dan dihambat dalam perkembangannya jika mereka tidak dimungkinkan untuk maju lebih cepat dan memperoleh materi pengajaran sesuai dengan kemampuannya, sering mereka menjadi bosan,jengkel, atau acuh tak acuh.

  4. Terhadap kekhawatiran bahwa pelayanan pendidikan khusus bagai anak berbakat akan membentuk kelompok “elite”, perlu dipertamyakan apa yang dimaksud dengan kelompok elite.

  5. Anak dan remaja berbakat merasa bahwa minat dan gagasan mereka sering berbeda debgan sebaya, hal ini dapat membuat mereka merasa terisolasi, merasa dirinya “lain daripada yang lain”. Sehingga tidak jarang mereka membentuk konsep diri yang negative(Yaumil Achir, 1990).

  6. Jika kebutuhan anak berbakat dipertimbangkan, dan dirancang program untik memenuhi kebutuhan pendidikan mereka sejak awal, maka mereka menunjukan peningkatan yang nyata dalam prestasi, sehingga tumbuh rasa kompetensi dan rasa harga diri.

  7. Mereka yang berbakat jika diberi kesempatan dan pelayanan pendidika yang sesuai akan dapat memberi sumbangan yang bermakna kepada masyarakat dalam semua bidang usah manusia.

  8. Dari sejarah tokoh-tokoh yamh unggul dalam bidang tertentu ternyata memang ada di antara mereka semasa kecil atau sewaktu dibangku sekolah.

Jadi juka benar bahwa anak yang berbakat akan dapat mencapai prestasi tinggi dengan sendirinya dan tidak memerlukan perhatian dan pelayanan pendidikan khusus.(Utami Munandar, 1983).


2. Pengertian Dan Ciri-ciri Anak Berbakat

Pengertian anak berbakat yang menjadi titik tolak adalah seperti yang telah “mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”. Diperlukannya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat adalah justru membantu mereka mencapai prestasi sesuai dengan bakat-bakat mereka yang unggul.

Martinson (1974) mendaftar ciri-ciri anak berbakat sebagai berikut:

  • membaca pada usia lebih muda

  • membaca lebih cepat dan lebih banyak

  • memiliki pembendaharaan kata yang luas

  • mempunyai rasa ingin tahu yang kuat

  • mempunyai minit yang luas, juga terhadap masalah dewasa

  • mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri

  • menunjukan keaslian dalam ungkapan verbal

  • memberi jawaban-jawaban yang baik

  • dapat memberikan gagasan-gagasan

  • luwes dalam berfikir

  • mempunyai pengamatan yang tajam

  • berfikir kritis, juga terhadap diri sendiri

  • senag meencoba hal-hal yang baru

  • dll.


3. Penelusuran Anak Berbakat

Apabila yang diinginkan ialah anak berbakat yang berprestasi tinggi di dalam kelas, maka yang digunakan ialah tes prestasi belajar untuk menjaring anak berbakat. Apabila kita menganggap bahwa kreativitas juga merupakan dimensi penting dari anak berbakat, maka kita harus mencobakan semua sarana diatas sebagai alat seleksi.

Sesuai dengan konsep Renzuelli tentang keberbakatan maka alat-alat ukur atau tes yang kita pakai untuk menelusuri anak berbakat meliputi:

  1. Tes intelegensi untuk mengukur kemampuan intelektual yang berupa tes intelegensi kelompok dan tes intelegensi perorangan.

  2. Tes kreativitas untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif yang dapat bersifat verbal, jika tugas yang dituntut diungkapkan dalam kata-kata, jika tugas yang dituntut diungkapkan dalam bentuk gambar.

  3. Tes prestasi belajar untuk mengukur hasiol belajar anak yang mencerminkan juga motivasi anak untuk belajar serta tanggung jawabnya terhadap tugas. Tes ini dapat dinilai dari angka rapor atau dari tes prestasi belajar baku. Namun tes prestasi belajar baku lebih obyektif daripada angka rapor. Keuntungan dari tes prestasi belajar baku ialah kita secara menyeluruh mendapat gambaran mutu pendidikan di sekolah itu. Kelemahannya ialah belum tentu mendapatkan gambaran yang tepat tentang kemampuan anak.


Tujuan dan proses identifikasi anak berbakat ialah untuk mengetahui siapa yang mampu (memenuhi persyaratan) mengikuti program khusus sebagai pelayanan pendidikan bagi mereka yang memiliki bakat-bakat unggul dalam salah satu atau beberapa bidang.

Pertama-tama kita harus bertitik tolak dari konsep keberbakatan yang telah disepakati. Setelah membatasi konsep anak berbakat, kita mengenal ciri-ciri anak berbakat untuk dapat menentukan dimensi-dimensi apa yang hendak kita nilai serta apa kriterianya.

Kemudian ditentukan prosedur pelaksanaan penelusuran yang pada umumnya berlangsung dalam dua tahap, yaitu pertama tahap penjaringan dan kedua tahap seleksi. Terakhir setelah semua informasi dan data tes masuk, kita harus menentukan bagaimana macam-macam informasi dan data tes tersebut dapat dikombinasi dan diberi bobot untuk membuat keputusan tentang siapa yang memenuhi syarat mengikuti program khusus untuk anak berbakat.

Jadi rencana untuk menelusuri anak berbakat perlu mempertimbangkan langkah-langkah:

  1. konsep anak berbakat

  2. ciri-ciri anak berbakat

  3. penentuan alat ukur atau tes yang akan digunakan

  4. penentuan sumber-sumber informasi lainnya

  5. prosedur pelaksanaan penelusuran

  6. pemgambilan keputusan berdasarkan data yang diperoleh

  7. pertemuan dengan orang tua


4. Pendidikan Anak Berbakat

a. Rencana Program Pendidikan

Dalam rangka merintis pelayanan pendidikan anak anak berbakat di indonesia (dengan “anak berbakat” dimaksudkan mereka yang memiliki bakat-bakat itimewa/ luar biasa khususnya dalam bidang intelektual), pusat pengembangan kurikulum dan sarana pendidikan (badan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan, departemen pendidikan dan kebudayaan 1992), telah merumuskan dan mengadopsi rencana pelayanan pendidikan bagi anak besrbakat yang meliputi jenjang pendidikan dengan dasar, menengah, dan tinggi di daerah perkotaan dan pedesaan.

Rencana tersebut merumuskan:

  1. Tujuan-tujuan umum untuk kurun waktu 1982/83 sampai dengan 1989/1990 yang mencakup bidang:

    1. identifikasi anak berbakat

    2. program pendidikan anak berbakat

    3. kurikulunm anak berbakat

    4. tenaga pendidik anak berbakat

    5. evaluasi program anak berbakat

  2. Rencana tindak lanjut untuk 1982/1983 yang meliputi kelima bidang tersebut.

Sebelum program anak berbakat dilaksanakan, dilakukan penelusuran anak berbakat di sekolah-sekolah yang telah dipilih untuk pelaksanaan program anak berbakat, dan guru-guru yang akan membimbing anak berbakat telah ditatar sebagai persiapan untuk tugas mereka.

b. Guru

Yang menjadi persyaratan untuk guru bagi anak berbakat ini dapat dikatagorikan ke dalam tiga hal yaitu persyaratan prifesi/ pendidikan;persyaratan kepribadian dan persyaratan hubungan sosial.

  1. Persyaratan profesional / pendidikan

- berpendidikan minimum S1

- sudah berpengalaman mengajar

- menguasai berbagai teknik dan model belajar mengajar

- dll

(b) Persyaratan kepribadian

- mempunyai sifat toleransi

- penuh pengertian

- bersifat adil dan jujur

- dll.

(c) persyaratan hubungan sosial

- suka dan pandai bergaul

- dapat menyesuaikan diri

- mudah bergaul dan mampu memehami dengan cepat tingkahlaku orang lain


c. Kurikulum

Telah menjadi keyakinan bahwa tujuan pendidikan ialah mengusahakan suatu lingkungan yang memungkinkan anak didik dapat mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal. Sejalan dengan itu, GBHN 1983 menyatakan bahwa dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan, perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak yang berbakat istimewa agar mereka dapat mengembangkan kemampuan mereka secara maksimal (Ketetapan MPR-RI N0. II/MPR/1083 tentang GBHN, Departemen penerangan, 1983:60). Implikasi dari keyakinan dan komitmen nasional ini ialah bahwa dalam rangka kurikulum sekolah perlu dikembangkan suatu kurikulum yang berdiferensi yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dari mereka yang memiliki bakat-bakat istimewa.

Kurikulum didiferensiasi untuk siswa berbakat menurut Clark (1983):

- materi dipercepat atau lebih maju

- pemahaman yang lebih majemuk dari generalisasi, asas, teori dan struktur dari bidang materi.

- bekerja dengan konsep dan proses pemikiran yang abstrak

- mencipta informasi atau produk baru.

- kemandirian dalam berfikir dan belajar

- memindahkan pembelajaran pada bidang-bidang lain yang lebih menantang.

d. Pelaksanaannya

Program pendidikan bagi siswa berbakat dapat diselenggarakan melalui berbagai cara yang umumnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu:

- mempercepat waktu belajar (akselerasi)

- meluaskan pengalaman dan pengetahuan dengan memperkenalkan bahan-bahan yang tidak diberikan dalam kurikulum biasa (pemerkayaan horizontal).

- memberikan kesempatan untuk mendalami mata pelajaran yang diminati (pemerkayaan vertikal).

- mengembangkan ketrampilan penelitian dan pemecahan masalah secara kreatif agar menjadi produsen pengetahuan dan bukan konsumen pengetahuan semata-mata.

Program-program tersebut dapat diselenggarakan berdasarkan pengelompokan anak berbakat di dalam kelas biasa, pengelompokan di dalamkelas khusus untuk waktu-waktu tertentu atau untuk seluruh waktu pelajaran, atau pengelompokan di dalam sekolah khusus. Masing-masing alternatif mempunyai kekuatan dan kelemahannya. Oleh karena itu, akan lebih menguntungkan jika tersedia beberapa pilihan penyelenggaraan program.

Berikut ini beberapa kemungkinan penyelenggaraan program pendidikan anak berbakat:

  1. uang sumber (resource room)

  2. Kelas khusus untuk sebagian waktu

  3. Kelas khusus penuh di dalam sekolah

  4. “Sekolah” di waktu libur panjang

  5. Meloncat kelas

  6. Program di luar sekolah

  7. Pogram mentor

  8. Masuk perguruan tinggi lebih awal



Sabtu, 14 Juni 2008

Gagasan kependidikan Al-Ghazali

GAGASAN KEPENDIDIKAN AL-GHAZALI

1.Riwayat hidup singkat Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali.Ia lahir pada tahun 450 H. bertepatan dengan 1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus, wilayah Khurasan, dan wafat di Tabristan wilayah propinsi Tus pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H. bertetapan dengan 1 Dessember 1111 M.
Al-Ghazali memulai pendidikannya di wilayah kelahirannya, Tus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Selanjutnya ia pergi ke Nisyafur dan Khurasan yang pada waktu itu kedua kota tersebut terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan terpenting di dunia islam. Di kota Nisyafur inilah al-Ghazali berguru pada imam al-Haramain Abi al-Ma’ali al-Juwainy, seorang ulama yang bermazhab Syafi’I yang pada saat itu menjadi guru besar di Nisyafur.
Karena demikian banyak keahlian yang secara prima dikuasai al-Ghazali, maka tidaklah mengherankan jika kemudian ia mendapat bermacam gelar yang mengharumkan namanya, seperti gelar Hujjatul Islam (Pembela Islam), Syeikh al-Sufiyyin (guru besar dalam tasawuf), dan imam al-Murabin (pakar bidang pendidikan).
Al-Ghazali kiranya melukiskan sifat gurunya, Al-Juwaini, sebagai sosok ulama yang multidisiplin. Jika menjelaskan filsafat, Al-Juwaini adalah seorang filosof, jika mendiskusikan kalam. Dia adalah ahli kalam, jika menjabarkan perilaku sufi, dia adalah sufi, jika mengajak beribadah, dia adalah ahli ibadah, jika menerangkan negatif perilaku zindiq, dia adalah pembasmi virus zindiq, dan sebagainya. Tak ayal jika kemudian Al-Ghazali juga memiliki karakter seperti gurunya, Al-Juwaini dalam menyelami pelbagai disiplin ilmu.
Cukup banyak pengalaman pengembaraan Al-Ghazali di luas dan dalamnya lautan ilmu. Dia menghibahkan diri sebagai pribadi yang haus akan ilmu dengan merelakan diri hanyut di rantau keilmuan. Ke Bagdad, Syam, Mekkah, Hijaz, Mesir, dan pelbagai belahan dunia keilmuan, merupakan tempat di mana Al-Ghazali sekurang-kurangnya pernah singgah dalam beberapa waktu untuk belajar/mengajar.

2.Pemikiran pendidikan al-ghazali
a.Peranan pendidikan
Al-ghazali termasuk ke dalam kolompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. Demikian hasil pengamatan ahmad fuad al-ahwani terhadap pemikiran pendidikan imam al-ghazali.
Sementara itu H.M Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan mengatakan, bila dipandang dari segi filosifis,al-ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam masalah pendidikan al-ghazali lebih cenderung berpaham idealisme. Hal ini antara lain di sebabakan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadak anak didik. Menurut seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidikanya. Hati seorang anak itu bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan pesan rasulullah SAW yang menegaskan:


Ssetiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtualah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R. Muslim).
Sejalan dengan hadis tersebut, al-ghazali mengatakan jika anak menerima ajaran dan kebiasaan hidup yang baik, maka anak itu menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk dan dibiasakan padahal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek. Pentingnya pendidikan ini didasarkan kepada pengalaman hidup al-ghazali sendiri, yaitu sebagai orang yang tumbuh menjadi ulama besar yang menguasai berbegai ilmu pengetahuan, yang disebabkan karena pendidikan.
2. Tujuan Pendidikan
Setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, al-ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. Menurutnya, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SAW, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT tentang penciptaan manusia, yaitu :

Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku (Q.S.al-Dzariyat :59)
Selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud al-ghazali terhadap dunia, merasa qona`ah (merasa cukup dengan yang ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia.
Sikap yang demikian itu diperlihatkannya pula ketika rekan ayahnya mengirim al-ghazali beserta saudaranya, Ahmad, keMadrasah Islamiah yang menyediakan berbagai sarana, makanan dan minuman serta fasilitas belajar lainya. Berkenaan dengan hal ini al-ghazali ``Aku datang ke tempat ini untuk mencari keridhaan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan.
Rumusan tujuan pendidikan al-Ghazali yang demikian itu juga karena al-Ghazali memandang dunia ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan akan rusak, sedang maut dapat memutuskan klenikmatan setiap saat. Dunia hanya tempat lewat semantara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal, dan maut senantiasa mengitai setiap saat.
Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwah orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujun akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan lebih luas kebahagiaanya di akhirat. Ini menunjukan bahwah tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melaikan dunia itu hanya sebagai alat.

3. Pendidik
Sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan sebagaimana disebutkan di atas, al-ghazali juga menjelaskan tentang ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. Ciri-ciri tersebut adalah :
Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagaimana tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.
Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati, dan berakhlak terpuji lainnya.
Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya.
Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya, ssehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.
Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didiknya tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu.
Tipe ideal guru yang dikemukakan al-ghazali yang demikian sarat dengan norma akhlak itu, masih dianggap relevan jika tidak dianggap hanya itu satu-satunya model, melainkan juga harus dilengkapi dengan persyaratan akademis dan profesi. Guru yang ideal di masa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan al-ghazali dan persyaratan akademis serta profesional.
4. Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan itu sebagai ibadah dan menetapkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut
Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur
Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya
Menjahukan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran
Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat melaikan berbagai ilmu sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut
5.Kurikulum
Pandangan ghazali tentang kurikulum dapat di pahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya tentang ilmu yang terlarang dan yang wajib di pelajari,dan dibagi menjadi tiga kelompok:
Ilmu yang tercela,ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia didunia maupun diakhirat
Ilmu yang terpuji ilmu yang membawa jiwa seseorang menjadi bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah
Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad( meniadakan Tuhan) seperti ilmu filsafat
Selanjutnya yang menjadi titik perhatian al-Ghazali dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah ilmu pengetahuan yang digali dari kandungan al-Qura’n, karena ilmu model in akan bermafaat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, karena dapat menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepad Allah.
Sejalan dengan itu al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan tersebut adalah:
Ilmu al-Quran ilmu agama
Sekumpulan bahasa,nahwu,dan makhroj karena ilmu ini berfungsi membantu ilmu agama.
Ilmu-ilmu fardu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi,dll
Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat

Kesimpulan

Dari keseluruhan pendekatan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa al-Ghazali adalah seorang ulama’ besar yang menaruh perhatian cukup tinggi terhadap pendidikan. Corak pendidikan yang dikembangkannya tampak dipengaruhi oleh pandangannya tentang tasawuf dan fiqih. Hal ini tidak mengherankan karena dalam kedua bidang tersebut ilmu tersebut itulah al-Ghazali memperlihatkan kecenderungannya yang besar. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak selain sistematik dan komprehensif juga secara konsisiten sejalan dengan sikap dan kepribadiannya sebagai seorang sufi.
Konsep pendidikan al-Ghazali tersebut merupakan aplikasi dan responsi dari jawabannya terhadap permasalahannya sosial kemasyarakatan yang dihadapinya saat itu. Konsep tersebut jika diaplikasikan di masa sekarang nampak sebagiannya masih ada yang sesuai dan sebagaian lainnyaa ada yang perlu disempurnakan. Itulah watak hasil pemikiran manusia yang selalu menuntut penyempurnaan.













Daftar Pustaka

Abrasyi, al, Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1974.
Arifin, Muzayyin, H, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, cet. IV, 1994.
Musri, Muhammad Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tatawwaruhu fi al-Bilad al-arabiyah, Mesir : Dar al-Ma’arif, cet. VI, 1978.
Nata, Abuddin, Al-Qur’an dan Hadis: Dirasah Islamiyah I, Jakarta : Rajawali Pers, cet. II, 1993.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI Pers, 1979.
























PENDAHULUAN


Riwayat hidup dan pendapat-pendapat imam Ghazali banyak dibentangkan dan di ungkapkan dalam bahasa Arab, Indonesia dan dalam bahasa dunia. Itu telah selayaknya karena imam Ghazali adalah ahli fikir ulung dan sarjana besar dalam sejharah umat manusia dan khusus imam Ghazali amat di agungkan oleh kaum rohania dari seluruh agama dan bangsa utamanya oleh umat islam.
Imam Ghazali adalah sufi besar ulama mujtahid, teolog terkemuka dan sarjana pendidikan ulum di kalangan umat islam. Sebenarnya ada lagi segi penting yang tak banyak diutarakan oleh sejarah sekitar orang besar itu, entah barang kali karena kemasyhuran Imam Ghazali sebagai sufi sehingga menutupi kemasyurannya. Imam Ghazali memiliki kekeyaan teori dan praktek di bidang pendidikan. Di buku “Ihya Ulumuddin” karya Imam Ghazali yang masyhur ada data-data khusus yaang membawakan pandangan dan pendapat Imam Ghazali yang amat bermutu tinggi dalam persoalan pendidikan dan metode-metodenya. Pendapat Imam Ghazali di bidang pelajaran dan pendidikan tak kalah modern dan tak kalah praktis dari pendidik Barat, umpama Pestallozi, Spencer, Jhon Dewey dan lain-lain.
Di samping itu Imam Ghazali pernah pula menjadi GuruBesar bertahun-tahun dan rekor dari Universitas Nizamiyah di Bagdad, Ibukota Kerajaan Abbasiyyah. Makalah ini dimaksudakan untuk membentangkan sejarah hidup dan pandangan-pandangan Imam Ghazali sebagai paedagoog besar dan sebagai ahli pendidik islam yang masyhur.

Senin, 09 Juni 2008

Resensi



Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Resensi adalah suatu jenis karangan yang berisi pertimbangan baik atau buruknya suatu karya.

Seblulm membahas mengenai resensi, ada baiknya mengulas resensi secara bahasa, kata resensi berasal dari bahasa Belanda ‘recensie’. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan review. Kata tersebut berasal dari bahasa latin ‘revidere’ dan ‘resence’ artinya melihat kembali, mesnimbang atau menilai. Di negeri kita, resensi sering diistilahkan dengan timbangan, tinjauan atau bedah buku, dll.

Sedang menurut istilah ada kekhususan pengertian resensi ;

  1. Werbster Collegate Dictionary (1995), review adalah “a critical evaluation of a book” karena pada hakikatnya resensi haruslah menjelaskan apa adanya suatu buku,; baik kelebihan atau kekurangan. Jadi resensi bukanlah tulisan yang menjual buku. Tidak ada pesan sponsor bagi resensi buku; karena resensi yang baik hanya mengungkapkan apa yang dibaca oleh peresensi secara kritis.

  2. Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hasil karya atau buku, baik berupa buku fiksi dan buklu nonfiksi.

  3. Resensi buku adalah pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku yang bertujuan memberitahukan kepada pembaca perihal buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan bulku tersebut.

Resensi adalah pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pembaca perihal buku-buku baru dan kelebihan maupun kekurangan buku-buku tersebut.

Resensi bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak. Bertolak dari tujuannya resensi bermanfaat bagi para pembaca untuk menentukan perlu tidaknya membaca buku tertentu, atau pesrlu tidaknya menikmati suatu hasil karya seni. Dalam arti luas, resensi dibuat juga untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap karya-karya seni lainnya, seperti drama, film, sebuah pementasan, dan sebagainya.

Karena pertimbangan yang disampaikan penulis resensi itu harus disesuaikan dengan selera pembaca, maka sebuah resensi yang disiarkan sebuah majalah mungkin tidak sama dengan yang disiarkan pada majalah lain.

Menurut Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren. Di dalam bukunya yang berjudul How To Read A Book, kedua orang ini memperkenalkan bagaimana prosedur membaca buku yang baikl :

  1. Membaca permulaan : kemampuan untuk mengenal huruf, kata dan kalimat.

  2. Membaca inspeksional : kemampuan membaca sekilas. Membaca sinopsisnya, kata pengantarnya, daftar isi, judul tiap-tiap bab yang dianggap menarik serta lampiran yang ada di dalamnya. Laaangkah ini memudahkan kita untuk memahami garis besar isi buku.

  3. Membaca analis : kemampuan untuk menilai buku. Mulai dari memetakkan apakah buku yang kita baca itu teori atau praktik. Kemudian, setelah membaca keseluruhan isi buku, dapat membuat ringkasan dari isi buku dengan beberapa kalimat, mencatat hal-hal penting dalam buku tersebut, termasuk informasi penulisnya. Semua ini sebagai bekal dan amonisi untuk membuat resensi nantinya.

Untuk menulis resensi kita harus memperhatikan dari sisi latar belakang dan nilai buku.

  1. Latar Belakang

Agar resensi bermanfaat bagi para pembaca maka penulis memulai menyajikan resensi dengan latar belakang buku itu. Penulis dapat memulai dengan mengemukakan tema dari karangan tersebut. Penyajian tema secara singkat itu dapat dilengkapi dengan deskripsi buku tersebut, sehingga para pembaca yang belum tahu dapat memperoleh gambaran mengenai isi tersebut.

Deskripsi buku tersebut bukan hanya menyangkut isinya tetapi juga dapat menyangkut badan mana yang menerbitkan buku itu, kapan dan dimana diterbitkan, berapa tebalnya dan formatnya. Penulis resensi juga dapat memperkenalkan pengarangnya : namanya, ketenaran yang diperolehnya, buku atau karya mana yang telah ditulisnya, atau mengapa ia sampai menulis buku itu.

Ini adalah meresensi paling mudah. Kita tidak perlu membaca isi buku secara keseluruhan atau mendalam. Kita hanya melaporkan yang tampak tanpa menganalisis isinya. Tujuan dari meresensi buku dengan cara ini, hanya sekedar memperkenalkan buku secara sekilas kepada para pembaca. Tetapi, tetap dikemukakan mengenai kekurangan dan kelebihan agar tidak dianggap hanya sekedar “iklan buku’.

  1. Macam dan Jenis Buku

Para pembaca memiliki selera yang berbeda. Oleh karena itu, penulis resensi harus membuat klasifikasi mengenai buku tersebut. Dengan memasukannya ke dalam kelas buku tertentu, akan mudah menunjukan persamaan dan perbedaan dari buku-buku lain, termasuk dalam kelompok yang sama sehingga pembaca akan tertarik untuk membacanya, dan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai isi buku tersebut.

  1. Keunggulan Buku

Untuk memberikan evaluasi terhadap buku tersebut adalah dengan cara mengemukakan segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Mengenai keunggulan buku, penulis resensi pertama-tama mempersoalkan organisasinya. Yang dimaksud organisasi adalah kerangka buku itu, hubungan antar satu bagian dengan bagian yang lain. Yang kedua untuk menilai dari dekat sebuah buku, penulis resensi juga mempersoalkan bagaimana isinya. Hal yang ketiga dari masalah buku adalah bahasa yang digunakan. Ada yang berpendapat bahwa yang penting isinya bahasa tidak penting. Tetapi bagaimana mungkin pembaca dapat memahami isi buku tersebut jika bahasa yang digunakan tidak dapat dimengerti.

Hal yang terakhir yang dapat dikemukakan penulis resensi dalam memberikan penilaiannya adalah mengenai masalah teknik. Masalah teknik di sini adalah masalah tampilannya dalam segala sesuatu yang menyangkut perwajahan (lay out), kebersihan dan percetakannya. Hal ini sangat penting karena kesalahan dalam mencetak kata-kata atau menempatkan tanda baca dapat menggangu pembaca.

Seorang penulis resensi harus berusaha dengan tepat menunjukan keunggulan buku itu dengan memberikan penilaian langsung, dengan memberi kutipan-kutipan yang tepat dan menunjukan pertalian yang kompak antara bagian-bagiannya. Menilai sebuah buku berarti memberi saran kepada par pembaca untuk menolak atau menerima kehadiran buku tersebut. Penulis resensi harus tetap berusaha untuk memberi kesan kepada para pembaca bahwa penilaiannya telah diberikan secara jujur dan objektif.

  1. Menilai Buku

Dengan memberikan gambaran mengenai latar belakang dan mengemukakan pokok-pokok yang menjadi sasaran penilaian, penulis resensi sebenarnya telah memberikan pendapatnya mengenai nilai buku itu. Mengeritik berarti membesri pertimbangan, menilai dan menunjukan kelebihan-kelebihan buku itu secara penuh tanggung jawab. Tugas pokok penulis resensi adalah memberi sugesti kepada para pembaca apakah sebuah buku patut dibaca atau tidak.

Tujuan utama membuat resensi adalah menilai dengan sungguh-sungguh, secara jujur dan objektif, menganalisis tujuan penulisan buku, kualifikasi penulisannya serta membandingkan dengan buku-buku lain.

Sebelum menulis aresensi, seseorang harus membaca buku yang akan diresensi secara utuh. Di bawah ini bebrapa hal yang dapat dijadikan pedoman menyusun resensi adalah :

  1. Penulis resensi harus mengetahui jenis buku yang akan diresensi;

  2. Sebutkan keunggulan buku tersebut; dimanakah letak kelebihan buku tersebut; pada penympaiannya, plotnya, bahasanya, gambaran latarnya, penyusunannya, atau isinya.

  3. Sebutkan kelebihan dan kelemahannya. Memberikan kritik berarti memberikan pertimbangan-pertimbangan.

  4. Berikan bukti atas komentar atau pertimbangan dengan mengutip kata atau kalimat yang dibicarakan.

Untuk mempermudah menyusun resensi, petunjuk teknis di bawah ini dapat diikuti.

  1. Bacalah buku secara global, untuk mengetahui sekilas dan secara cepat isi buku yang akan diresensi.

  2. Bacalah buku tersebut untuk kedua kalinya dan mencatat hal-hal yang akan diungkapkan dalam resensi.

  3. Tulislah kesan yang timbul setelah membaca buku. Kesan tersebut dapat dijadikan resensi.

  4. Mulailah menulis resesi.


Caranya sebagai berikut :

    • Tulislah judul resensi

    • Tulislah judul yang akan diresensi

    • Tulislah nama pengarang buku tersebut.

    • Jika buku tersebut merupakan buku terjemahan, tulislah judul dan pengarang aslinya, serta penerjemahnya.

    • Tulislah tebal buku/jumlah halaman

    • Tulislah tubuh resensi

    • Sebutkan jenis buku yang diresensi

    • Sebutkan pokok persoalan dalam buku tersebut

    • Tulislah alur ceritanya

    • Tulislah kesan atau ulasan alur tersebut



e.Tinjauan Fiksi (The Fiction Review)

Ini adalah cara meresensi yang biasa digunakan dalam buku-buku fiksi. Selain harus menguasai isi buku peresensi juga harus mencari perimbangan antara jalan cerita (plot, synopsis) dan tema cerita. Kadang dipaparkan juga tentang proses kreatif pembuatan karya oleh penulis buku itu sementara isi buku sendiri hanya dipaparkan sekilas saja.

Perbedaan antara resensi buku dan resensi film terletak pada latar belakangnya saja. Jika pada resensi buku jumlah halaman/tebal buku, isi buku, dan tempat terbitnya, maka pada resensi film terdapat berapa lama film tersebut (durasi waktunya), harga dari film tersebut, dan lain-lain. Dari segi sisi, antara resensi film dan resensi buku tidak ada perbedaan.


Struktur Karya Resensi


Judul

  1. judul buku:

  2. penulis:

  3. penerbit:

  4. cetakan:

  5. tebal buku:

  6. peresensi:


Isi……………

Untuk mengirimkan karya resensi ke media, usahakan ditulis dengan spasi 1,5 maksimal 2,5 halaman kuarto dan disertakan sampul buku.

Berikut ini contoh format resensi buku:

Judul Buku : Dasar-Dasar Meresensi Buku

Penulis : Daniel Samad

Penerbit : Grasindo

Cetakan : 1, 1997

Tebal : xi + 82

Harga : Rp. 10.000,-


Tujuan Pembuatan Resensi

  • Menyampaikan informasi kepada pembaca apakah sebuah karya patut mendapat saambutan atau tidak.

  • Menunjukan kepada para pembaca layak-tidaknya sebuah buku dibaca.

  • Memberitahukan kepada pembaca perihal buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan buku tersebut.









Persyaratan bagi Peresensi1

Peresensi sebaiknya memiliki bekal pengetahuan yang memadai untuk memahami isi buku bersangkutan. Peresensi yang sama sekali tidak tahu sastra, dan tidak pernah membaca buku- buku sastra, tentu akan sulit jika diminta meresensi novel baru karya Pramudya Ananta Toer. Contoh lain, orang yang tidak pernah belajar fisika diminta meresensi buku karya pemenang Nobel Fisika tahun 2005. ya, jika dipaksakan tentu saja bisa, tetapi kualitas resensi macam apa yang bisa kita harapkan dari sini?

Ada suatu penerbitan di Amerika, yang isinya adalah sepenuhnya adalah resensi-resensi buku. Yang hebat, para pembuat resensi itu bukan orang sembarangan, tetapi para ahli dan pakar (beberapa diantaranya pemenang hadiah Nobel). Buku yang diresensi pun adalah karya terpilih, juga karangan orang-orang hebat. Hasilnya, resensi-resensi tersebut bernilai tinggi, bahkan mungkin tidak kalah dengan isi buku yang diresensi itu sendiri. Dengan membaca resensi semacam itu, yang ditulis oleh mereka yang sangat menguasai bidang keahliannya, pembaca mendapat tambahan ilmu pengetahuan yang luar biasa.

Menurut Daniel Samad peresensi buku sastra harus dapat menyampaikan dua lapis penilaian atau pertimbangan, yakni nilai literer dan manfaat untuk hidup. Nilai literer terungkap dari kegiatannya yang disebut apresiasi sastra dan manfaat untuk hidup terungkap dari apresiasinya atas kebutuhan mereka. Peresensi dapat menyoroti salah satu dari bahan resensi yang ditinjau dari segi bahasa, yakni biasanya bernas (singkat-padat), tegas dan tandas. Pemilihan karakter bahasa yang digunakan disesuaikan dengan karakter media cetak yang akan memuat dan karakter pembaca yang akan menjadi sasarannya.

Hal-hal yang patut dinilai dalam resensi buku

  1. Aspek luar, misalnya:

    1. Perwajahan kulit muka. Apakah kulit mukanya enak dipandang dan menarik?

    2. Berat dan ketebalan. Apakah ukuran buku ini terlalu besar, atau justru terlalu kecil?Apakah terlalu berat, terlalu tebal, atau terlalu ringan dan tipis?

    3. Desain halaman dalam. Apakah desainnya menarik sehingga enak dipandang, atau malah membosankan?

    4. Jenis kertas yang digunakan. Apakah jenis kertasnya (kertas koran, HVS, art paper, kertas daur ulang, dan sebagainya) berwarna terang atau suram? Apakah terlalu berat atau ringan? Apakah kuat atau rapuh.

    5. Jenis huruf/tipografi yang digunakan. Apakah tipografi yang digunakan terlalu kecil, sehingga menyulitkan pembaca? Atau justru terlalu besar, sehingga boros halaman? Apakah tipografinya terkesan terlalu kaku?

    6. Foto, gambar, sketsa, grafik, tabel yang digunakan. Apakah foto dan gambar yang dipasang itu jelas dipandang? Apakah grafik dan tabel yang dipasang mudah dipahami dan efektif?

    7. Harga buku. Apakah terlalu mahal?


  1. Aspek isi, misalnya;

    1. Apa pokok pikiran yang diajukan penulis? Data dan argumen apa saja yang ia ajukan untuk mendukung pokok pikiran tersebut?

    2. Apakah pokok pikiran, argumen, data, dan ide-ide yang tertuang di dalam buku itu cukup orisinil? Pendekatan atau metodologi apa yang ia gunakan dalam membahas masalah dan pokok pikiran dalam buku itu?

    3. Adakah unsur,pendekatan, perspektif atau pengetahuan baru, yang bisa diperoleh dengan membaca buku ini? Ataukah isinya sama saja seperti buku-buku lain yang sudah lebih dulu beredar?

    4. Apakah isinya relevan dengan konteks situasi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini?

    5. Apa kontribusi buku ini dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tertentu, yang terkait dengan tema buku ini?

    6. Apakah buku ini disusun secara cermat, teliti, mendalam, atau terkesan ceroboh dan tergesa-gesa?

    7. Apakah sistematika pembahasan dalam buku ini bersifat logis, teratur dan memudahkan pembaca untuk memahami, atau justru sebaliknya rumit, berbelit-belit dan membingungkan?

    8. Adakah kesalahan fakta, data, analisis, dalam buku ini? Apakah datanya valid? Apakah penulis kritis dalam melihat permasalahan?

    9. Apa tujuan pengarang menulis buku ini? Apakah tujuan tiu tercapai dengan terbitnya buku ini?

    10. Apakah pengarang memiliki kompetensi yang cukup untuk menulis buku ini? Seorang sosiolog tentu akan dipertanyakan kredibilitasnya jika ia menulis buku tentang Ilmu Bedah Kedokteran.

    11. Siapa khalayak penbaca buku ini? Apakah buku ini bersifat terlalu mendalam, sehingga lebih tepat untuk pembaca tertentu yang memang memilki kualifikasi khusus (kalangan akademis atau profesional), atau buku ini cocok juga untuk pembaca yang lebih awam.


Macam-macam Pola Penulisan Resensi

Tidak ada pedoman baku dalam penulisan resensi. Namun secara kasar, penulisan resensi untuk media massa mengikuti konvensi umum seperti dalam penulisan artikel lain. Unsur-unsurnya sebagai berikut:

  • Judul resensi yang menarik. Di media massa, judul yang menarik (eye-cathing) ini perlu dan mutlak. Deskripsi udul buku, nama pengarang (atau penyunting), nama penerbit, kota tempat penerbitan, jumalah halaman, dan harga buku (boleh dicantumkan, boleh juga tidak). Ini disebut heading dan biasanya dicantumkan di awal resensi, misalnya: Makna Cinta dan Perkawinan di Era Globalisasi, Dian Kencana Dewi, Bandung: Unpad Press, 2005, vii + 237 hlm.

  • Alinea pembuka (dalam teknik penulisan berita, disebut sebagai lead). Alinea pembuka atau lead ini bersifat sebagai pemancing agar pembaca mau membaca resensi, maka lead ini harus dibuat semanarik mungkin. Dalam membuat lead, peresensi misalnya, mampu mengaitkan isi buku dengan konteks situasi yang sedang hangat di masyarakat, misalnya: buku tertema tentang korupsi diterbitkan ketika sedang ramai-ramainya pengadilan kasus korupsi terhadap seorang pejabat tinggi. Lead bersama judul berfungsi penting sebagai penarik minat pembaca.

  • Deskripsi atau rangkuman tentang isi buku. Disini peresensi merangkum isi atau esensi buku secara ringkas. Tentu saja, pembaca tidak dapat menilai suatu buku jika gambaran ringkas isinya pun belum ia ketahuinya. Dalam merangkum tentang isi buku, peresensi boleh mengutip satu atau dua kalimat atau alinea yang menarik dari buku yang untuk memperjelas gambaran isinya.

  • Komentar, evaluasi, dan penilaian. Inilah esensi dari suatu resensi, yakni si peresensi mengomentari dan menilai suatu buku dari berbagai aspek: aspek luar dan aspek isi. Karena keterbatasan di ruang media cetak, tentu tidak perlu seluruh aspek ini dibahas secara rinci. Peresensi boleh memilih aspek-aspek mana yang menurutnya paling penting untuk diulas dan disampaikan kepada pembaca.

  • Kalimat penutup dan rekomendasi. Dalam kalimat penutup ini, peresensi kadang-kadang secara tegas merekomendasikan bahwa buku bersangkutan memang layak atau tidak layak dibaca. Kadang-kadang rekomendasi tegas, semacam itu tidak diungkapkan, karena pembaca dianggap sudah bisa menyimpulkan sendiri berdasarkan ulasan panjang sebelumnya.

  • Identitas peresensi sering juga dicantumkan di bagian akhir resensi. Manfaatnya adalah untuk menunjukkan kredibilitas peresensi dalam meresensi buku bertema tertentu, misalnya di akhir sebuah resensi tentang buku kehumasan, identitas peresensi disebutkan: Dian Eka Puspita Sari, Staf Humas Trans TV. Artinya, peresensi ingin menunjukkan bahwa ia adalah praktisi Humas dan karena itu memiliki cukup kompetensi untuk meresensi buku bertema Kehumasan.

Menurut Daniel Samad dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Meresensi. Buku ini pada hakikatnya mengungkapkan langkah-langkah meresensi buku, baik yang berupa fiksi maupun nonfiksi sama, kalupun ada perbedaan itu disebabkan materi yang membangunnya terlebih lagi buku-buku fiksi yang memiliki unsur dan konvensi yang khas.

Langkah-langkah meresensi buku:

  • Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang diresensi.

  • Membaca buku yang akan diresensi secara kompetitif, cermat, dan teliti.

  • Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.

  • Membuat sinopsis atau intisar dari buku yang akan diresensi.

Contoh resensi film:

    • Resensi film

Judul : 2:37

Pemain : Theresa Palmer, Joel Mackenzie, Frank Sweet

Sutradara : Muraly K. T.

Tahun : 2006

Film ini mewakili permasalahan anak muda yang umum terjadi di sekitar kita. Ada seorang pria tampan dan beken di kampusnya yang bisa menaklukkan semua wanita tapi ia ternyata memiliki kelainan seksual yaitu mencintai sesama jenis atau gay. Walau ia sudah berusaha melawan hasrat menyimpang itu. Ada juga seorang wanita yang dinomorduakan di rumahnya dibandingkan kakaknya yang ternyata kakaknya juga mencintainya lebih dari seorang kakak mencintai seorang adik. Di samping itu, ada juga seorang pria yang merasa ia merupakan yang paling menyedihkan dan pecundang di seluruh kampusnya. Dan masih banyak lagi masalah yang ditampilkan disetiap karakter.

Di setiap kasus di atas memiliki hubungan yang rumit dan kompleks. Seperti lingkaran setan yang mengikat dan sulit untuk keluar dari lingkaran tersebut. Film garapan Muraly K. T ini mendapatkan penghargaan di ‘Festifal Cannes’ di tahun 2006. film ini diperankan oleh beberapa bintang muda berbakat, seperti Theresa K. Joel M., dan Frank Sweet.

Bagi Anda yang memiliki masalah yang mungkin sama dengan karakter di film ini, mungkin dengan menonton film ini, Anda bisa mendapatkan titik terang untuk masalahmu atau minimal bisa sebagai pembelajaran.


    • Resensi Buku:

Judul Buku : Azab dan Sengsara

Pengarang : Merari Siregar

Penerbit : Balai Pustaka

Tahun terbit : 1918

Roman “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar merupakan kritik tidak langsung berbagai adat dan kebiasaan buruk yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman modern. Roman ini adalah roman pertama yang mengupas masalah kawin paksa yang kemudian menjadi tema yang selalu menarik dikemukakan dalam roman-roman Indonesia.

Dalam roman ini diceritakan nasib buruk seorang gadis yang bernama Mariamin yang tidak jadi menikah dengan Aminuddin yang dicintainya karena orang tua Aminuddin tidak setuju bermantukan Mariamin yang miskin.

Sebenarnya orang tua Mariamin dulunya kaya raya, tetapi karena keserakahan ayahnya, Datuk Baringin mereka akhirnya jatuk melarat. Ketika Datuk Baringin meninggal, ia meninggalkan anak dan isterinya dalam keadaan miskin dan sengsara. Mariamin menikah dengan Kasibun yang ternyata sudah beristeri dan berpenyakit kotor pula. Akhirnya Mariamin meninggal dalam kesengsaraan.

Meskipun roman ini bercerita tentang kehidupan modern, gaya dan komposisi roman ini tidak jauh berbeda dengan hikayat-hikayat lama. Situasi kejiwaan tokoh-tokohnya kurang mendapat perhatian yang serius dari pengarangnya. Dalam setiap kesempatan, pengarang menyuruh para pelakunya untuk memberikan nasihat berpanjang-panjang sehingga timbul kesan menggurui pembaca.

Sebagai roman yang pertama dalam kesusastraan Indonesia, kita perlu bangga atas keberanian Mewrari Siregar mengemukakan idenya tentang kawin paksa.

Sayangnya, pada akhir cerita tujuan pengarang yang ingin mengadakan pembaharuan tidak tercapai karena yang tetap menang adalah orang tua sebagai pemegang adat, sedangkan anak-anak muda tidak berani menentang adat.

Mungkin contoh di atas sudah mewakili dari beberapa jenis resensi seperti teater, drama, album, puisi, dan lain-lain.

Menulis resensi buku sebenarnya hampir mirip seperti memilih calon suami atau calon istri. Mengapa demikian? Karena suatu resensi, apapun objeknya (resensi film, drama, buku, teater, pembacaan puisi, musik, dan sebagainya). Pada akhirnya memberikan suatu penilaian dan kemudian memberikan suatu pertimbangan dan saran kepada pembaca untuk menentukan sendiri sikapnya terhadap objek yang akan diresensi.

Dalam mencari sebuah buku kita tidak disulitkan untuk membeli dan membaca sebuah buku. Sebelum membeli, tentu saja kita ingin tahu kualitas buku tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas sebuah buku cobalah baca resensinya, walupun tidak 100% mendekati setidaknya 80% dari resensi buku menggambarkan seberapa berkualitas buku yang hendak dibeli dan dibaca.


Teknik meresensi buku:

  1. Catatan Buku (The Book Notice)

Ini adalah meresensi yang paling mudah. Kita tidak perlu membaca isi buku secara keseluruhan atau mendalam. Hanya melaporkan yang tampak tanpa menganalisis isinya. Tujuan dari meresensi buku dengan cara ini untuk, hanya sekedar memperkenalkan buku. Tapi, tetap saja perlu diketengahkan mengenai kekurangan dan kelebihannya agar tidak dianggap hanya sekedar iklan buku.

  1. Tinjauan Buku (The book Digest)

Dengan cara ini, pembaca bisa memahami buku secara menyeluruh karena peresensi telah membuat catatan tentang intisari sebuah buku membuat ringkasan buku, serta memberikan catatan kelemahan dan kekurangannya. Dengan cara ini, peresensi harus bisa membaca dengan analitis dan bisa memahami betul isi buku agar bisa membuat penilaian secara tepat terhadap isi buku tersebut. Petikan-petikan langsung isi buku diperlukan untuk meyakinkan pembaca. Cara ini sangat tepat digunakan dalam meresensi buku-buku ilmiah (nonfiksi).

  1. Kritik Buku ( The Book Critism)

Tujuan utama cara ini adalah menilai suatu buku. Membuat penilaian sungguh-sungguh tentang isi buku. Membuat penilaian secara jujur dan objektif terhadap sebuah buku, menganalisis tujuan penulisan buku, kualifikasi penulisnya serta membandingkannya dengan buku-buku lain.

  1. Tinjauan Fiksi (The Fiction Review)

Tinjauan fiksi ini adalah cara neresensi yang biasa digunakan dalam meresensi buku-buku fiksi. Seorang peresensi selain harus menguasai isi buku, ia juga mampu memberi pertimbangan antara jalan cerita (plot, sinopsis), dan tema cerita. Terkadang dipaparkan juga tentang proses kreatif pembuatan karya oleh penulis buku itu. Sementara itu, isi buku sendiri hanya dipaparkan sekilas saja.



kesimpulan


Dapat disimpulkan bahwa resensi merupakan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku, dengan tujuan untuk memberi tahu kepada pembaca perihal buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurngan buku tersebut resensi juga memiliki arti yang lebih luas, bahwa rsensi dibuat juga untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap karya-karya seni lainnya, seperti drama, sebuah pementasan,dan sebagainya

Adapun tujuan utama dalam membuat resensi adalah menilai dengan sungguh-sungguh, secara jujur dan objektif, menganalisis tujuan penulisan buku, kualifikasi penulisnya serta membandingkannya dengan buku-buku lain. Dalam membuat resensi, kita harus memperhatikan teknik-teknik meresensi dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca



Daftar pustaka


Kenaf,Gorys.komposisi.Ende-Flores:Nusa Indah.1970

Nurhadi,dkk.Bahasa dan Sastera Indonesia.Jakarta:Erlangga.2004

Sahara,Siti.Hj.keterampilan Berbahasa Indonesia.Jakarta:FITK Press.2008

Tukan, P.Mahir Berbahasa Indonesia3A.Jakarta:Erlamgga.2005

WWW.Google.Com.



1 Hj. Siti Sahara, dkk, Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Fakultas Ilmu Tar biyah dan Keguruan, 2008), h.131-138.