Sabtu, 14 Juni 2008

Gagasan kependidikan Al-Ghazali

GAGASAN KEPENDIDIKAN AL-GHAZALI

1.Riwayat hidup singkat Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali.Ia lahir pada tahun 450 H. bertepatan dengan 1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus, wilayah Khurasan, dan wafat di Tabristan wilayah propinsi Tus pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H. bertetapan dengan 1 Dessember 1111 M.
Al-Ghazali memulai pendidikannya di wilayah kelahirannya, Tus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Selanjutnya ia pergi ke Nisyafur dan Khurasan yang pada waktu itu kedua kota tersebut terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan terpenting di dunia islam. Di kota Nisyafur inilah al-Ghazali berguru pada imam al-Haramain Abi al-Ma’ali al-Juwainy, seorang ulama yang bermazhab Syafi’I yang pada saat itu menjadi guru besar di Nisyafur.
Karena demikian banyak keahlian yang secara prima dikuasai al-Ghazali, maka tidaklah mengherankan jika kemudian ia mendapat bermacam gelar yang mengharumkan namanya, seperti gelar Hujjatul Islam (Pembela Islam), Syeikh al-Sufiyyin (guru besar dalam tasawuf), dan imam al-Murabin (pakar bidang pendidikan).
Al-Ghazali kiranya melukiskan sifat gurunya, Al-Juwaini, sebagai sosok ulama yang multidisiplin. Jika menjelaskan filsafat, Al-Juwaini adalah seorang filosof, jika mendiskusikan kalam. Dia adalah ahli kalam, jika menjabarkan perilaku sufi, dia adalah sufi, jika mengajak beribadah, dia adalah ahli ibadah, jika menerangkan negatif perilaku zindiq, dia adalah pembasmi virus zindiq, dan sebagainya. Tak ayal jika kemudian Al-Ghazali juga memiliki karakter seperti gurunya, Al-Juwaini dalam menyelami pelbagai disiplin ilmu.
Cukup banyak pengalaman pengembaraan Al-Ghazali di luas dan dalamnya lautan ilmu. Dia menghibahkan diri sebagai pribadi yang haus akan ilmu dengan merelakan diri hanyut di rantau keilmuan. Ke Bagdad, Syam, Mekkah, Hijaz, Mesir, dan pelbagai belahan dunia keilmuan, merupakan tempat di mana Al-Ghazali sekurang-kurangnya pernah singgah dalam beberapa waktu untuk belajar/mengajar.

2.Pemikiran pendidikan al-ghazali
a.Peranan pendidikan
Al-ghazali termasuk ke dalam kolompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa. Demikian hasil pengamatan ahmad fuad al-ahwani terhadap pemikiran pendidikan imam al-ghazali.
Sementara itu H.M Arifin, guru besar dalam bidang pendidikan mengatakan, bila dipandang dari segi filosifis,al-ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam masalah pendidikan al-ghazali lebih cenderung berpaham idealisme. Hal ini antara lain di sebabakan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadak anak didik. Menurut seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidikanya. Hati seorang anak itu bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan pesan rasulullah SAW yang menegaskan:


Ssetiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtualah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R. Muslim).
Sejalan dengan hadis tersebut, al-ghazali mengatakan jika anak menerima ajaran dan kebiasaan hidup yang baik, maka anak itu menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk dan dibiasakan padahal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek. Pentingnya pendidikan ini didasarkan kepada pengalaman hidup al-ghazali sendiri, yaitu sebagai orang yang tumbuh menjadi ulama besar yang menguasai berbegai ilmu pengetahuan, yang disebabkan karena pendidikan.
2. Tujuan Pendidikan
Setelah menjelaskan peranan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, al-ghazali lebih lanjut menjelaskan tujuan pendidikan. Menurutnya, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SAW, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT tentang penciptaan manusia, yaitu :

Tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-ku (Q.S.al-Dzariyat :59)
Selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud al-ghazali terhadap dunia, merasa qona`ah (merasa cukup dengan yang ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia.
Sikap yang demikian itu diperlihatkannya pula ketika rekan ayahnya mengirim al-ghazali beserta saudaranya, Ahmad, keMadrasah Islamiah yang menyediakan berbagai sarana, makanan dan minuman serta fasilitas belajar lainya. Berkenaan dengan hal ini al-ghazali ``Aku datang ke tempat ini untuk mencari keridhaan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan.
Rumusan tujuan pendidikan al-Ghazali yang demikian itu juga karena al-Ghazali memandang dunia ini bukan merupakan hal yang pokok, tidak abadi dan akan rusak, sedang maut dapat memutuskan klenikmatan setiap saat. Dunia hanya tempat lewat semantara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal, dan maut senantiasa mengitai setiap saat.
Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwah orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujun akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan lebih luas kebahagiaanya di akhirat. Ini menunjukan bahwah tujuan pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melaikan dunia itu hanya sebagai alat.

3. Pendidik
Sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan sebagaimana disebutkan di atas, al-ghazali juga menjelaskan tentang ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. Ciri-ciri tersebut adalah :
Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagaimana tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.
Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati, dan berakhlak terpuji lainnya.
Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya.
Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya, ssehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.
Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didiknya tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu.
Tipe ideal guru yang dikemukakan al-ghazali yang demikian sarat dengan norma akhlak itu, masih dianggap relevan jika tidak dianggap hanya itu satu-satunya model, melainkan juga harus dilengkapi dengan persyaratan akademis dan profesi. Guru yang ideal di masa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan al-ghazali dan persyaratan akademis serta profesional.
4. Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan itu sebagai ibadah dan menetapkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut
Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur
Merasa satu bangunan dengan murid yang lainnya
Menjahukan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran
Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat melaikan berbagai ilmu sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut
5.Kurikulum
Pandangan ghazali tentang kurikulum dapat di pahami dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya tentang ilmu yang terlarang dan yang wajib di pelajari,dan dibagi menjadi tiga kelompok:
Ilmu yang tercela,ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia didunia maupun diakhirat
Ilmu yang terpuji ilmu yang membawa jiwa seseorang menjadi bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah
Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad( meniadakan Tuhan) seperti ilmu filsafat
Selanjutnya yang menjadi titik perhatian al-Ghazali dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah ilmu pengetahuan yang digali dari kandungan al-Qura’n, karena ilmu model in akan bermafaat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, karena dapat menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepad Allah.
Sejalan dengan itu al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan tersebut adalah:
Ilmu al-Quran ilmu agama
Sekumpulan bahasa,nahwu,dan makhroj karena ilmu ini berfungsi membantu ilmu agama.
Ilmu-ilmu fardu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi,dll
Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat

Kesimpulan

Dari keseluruhan pendekatan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa al-Ghazali adalah seorang ulama’ besar yang menaruh perhatian cukup tinggi terhadap pendidikan. Corak pendidikan yang dikembangkannya tampak dipengaruhi oleh pandangannya tentang tasawuf dan fiqih. Hal ini tidak mengherankan karena dalam kedua bidang tersebut ilmu tersebut itulah al-Ghazali memperlihatkan kecenderungannya yang besar. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak selain sistematik dan komprehensif juga secara konsisiten sejalan dengan sikap dan kepribadiannya sebagai seorang sufi.
Konsep pendidikan al-Ghazali tersebut merupakan aplikasi dan responsi dari jawabannya terhadap permasalahannya sosial kemasyarakatan yang dihadapinya saat itu. Konsep tersebut jika diaplikasikan di masa sekarang nampak sebagiannya masih ada yang sesuai dan sebagaian lainnyaa ada yang perlu disempurnakan. Itulah watak hasil pemikiran manusia yang selalu menuntut penyempurnaan.













Daftar Pustaka

Abrasyi, al, Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1974.
Arifin, Muzayyin, H, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, cet. IV, 1994.
Musri, Muhammad Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tatawwaruhu fi al-Bilad al-arabiyah, Mesir : Dar al-Ma’arif, cet. VI, 1978.
Nata, Abuddin, Al-Qur’an dan Hadis: Dirasah Islamiyah I, Jakarta : Rajawali Pers, cet. II, 1993.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI Pers, 1979.
























PENDAHULUAN


Riwayat hidup dan pendapat-pendapat imam Ghazali banyak dibentangkan dan di ungkapkan dalam bahasa Arab, Indonesia dan dalam bahasa dunia. Itu telah selayaknya karena imam Ghazali adalah ahli fikir ulung dan sarjana besar dalam sejharah umat manusia dan khusus imam Ghazali amat di agungkan oleh kaum rohania dari seluruh agama dan bangsa utamanya oleh umat islam.
Imam Ghazali adalah sufi besar ulama mujtahid, teolog terkemuka dan sarjana pendidikan ulum di kalangan umat islam. Sebenarnya ada lagi segi penting yang tak banyak diutarakan oleh sejarah sekitar orang besar itu, entah barang kali karena kemasyhuran Imam Ghazali sebagai sufi sehingga menutupi kemasyurannya. Imam Ghazali memiliki kekeyaan teori dan praktek di bidang pendidikan. Di buku “Ihya Ulumuddin” karya Imam Ghazali yang masyhur ada data-data khusus yaang membawakan pandangan dan pendapat Imam Ghazali yang amat bermutu tinggi dalam persoalan pendidikan dan metode-metodenya. Pendapat Imam Ghazali di bidang pelajaran dan pendidikan tak kalah modern dan tak kalah praktis dari pendidik Barat, umpama Pestallozi, Spencer, Jhon Dewey dan lain-lain.
Di samping itu Imam Ghazali pernah pula menjadi GuruBesar bertahun-tahun dan rekor dari Universitas Nizamiyah di Bagdad, Ibukota Kerajaan Abbasiyyah. Makalah ini dimaksudakan untuk membentangkan sejarah hidup dan pandangan-pandangan Imam Ghazali sebagai paedagoog besar dan sebagai ahli pendidik islam yang masyhur.

Tidak ada komentar: